NABI MUHAMMAD SAW, FEMINIS SEJATI

Oleh: KH Marzuki Wahid
(Sekretaris LAKPESDAM PBNU, Wakil Ketua Yayasan Fahmina, Dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon)

                              
Dewasa ini, di manawacana gender sudah diterima khalayak, masih ada pihak yang belum sreg dengan istilah feminis. Bahkan tampak alergi mendengar kata feminis. Feminis masih diasosiasikan dengan Barat (Western) dan kebarat-baratan (Westernation). Lalu, mengkontraskannya bahwa feminis tidak Islami.

Mendengar cara pandang ini, saya tertawa sendiri. Geli. Ya jelaslah, jika kata itu bahasa Inggris, besar kemungkinan dari Barat. Jika bahasa Arab, ya dari Timur Tengah. Permasalahannya adalah apakah semua yang berasal dari Barat itu tidak Islami? Sebaliknya, apakah semua yang berasal dari Timur Tengah itu selalu Islami? Lalu, bagaimana dengan asal Indonesia, apakah juga selalu tidak Islami? Apakah Islam itu harus selalu bahasa Arab? Apakah semua yang Arab itu Islam? Hmmm... Nanti dulu. Jawabannya, tentu tidak!

Di Barat juga ada Islam. Di Timur Tengah juga ada kekafiran. Demikian juga dalam praktik keseharian. “Saya melihat Islam tanpa orang Islam di Paris (Barat), dan saya melihat orang Islam tanpa Islam di Mesir (Timur Tengah),” kesan Syaikh Muhammad Abduh saat itu. Ketahuilah, Islam itu melintasi Barat dan Timur, bahkan Utara dan Selatan. Islam bukan ruang, melainkan tata nilai, ajaran, dan sikap perilaku yang didasarkan pada tauhid dan bermuara pada perwujudan kemaslahatan umat manusia, keadilan, kerahmatan, kearifan, dan kebaikan semesta.

Simpan dulu kata feminis. Tidak usah berdebat soal kata. Mari kita tengok apa yang dilakukan Nabi Agung Muhammad SAW sepanjang hidupnya. Tak seorang pun mengingkari bahwa Nabi Muhammad adalah seorang yang dengan ajaran-ajarannya mengangkat harkat dan martabat perempuan. Dulu perempuan diwariskan, Islam justru memberinya hak warisan. Sebelumnya, bayi perempuan dikubur hidup-hidup, karena sangking malunya punya anak perempuan, oleh Islam malah perempuan dijunjung sangat tinggi dan dimuliakan sebagaimana mulianya surga. Dulu perempuan biasa dipaksa nikah, oleh Islam untuk menikahi perempuan harus seizing dan persetujuannya, dilakukan oleh wali dan disaksikan minimal dua orang. Walhasil, Islam hadir untuk menegaskan humanisasi perempuan setara dengan laki-laki di tengah budaya patriarki (al-abawy). Baca Juga https://fahmina.or.id/2017/03/31/islam-bukan-agama-yang-diskriminatif/

Nabi Muhammad SAW menyeru dalam khutbah hajjatulwada' di hadapan 114.000 jamaah haji, “Wahai manusia, sebagaimana laki-laki mempunyai hak atas perempuan, perempuan juga mempunyai hak atas laki-laki. Layanilah perempuan dengan baik dan berlaku lemah lembut terhadap mereka, karena sesungguhnya mereka adalah teman dan sahabatmu yang setia. Takutlah kepada Allah dalam bersikap terhadap perempuan, karena kalian telah mengambil mereka dengan amanah Allah dan menghalalkan hubungan mereka dengan kalimat Allah.”

Pada saat kekerasan menjadi solusi untuk menyelesaikan urusan rumah tangga, Nabi SAW sama sekali tidak pernah memukul perempuan, baik istri maupun pembantunya. Nabi SAW selalu memberikan teladan yang baik dalam memosisikan dan memperlakukan perempuan.

Nah, ajaran dan praktik Nabi SAW yang mengangkat martabat perempuan dan memperjuangkan hak-haknya ini, kita sebut apa? Salahkah, bila kita sebut sebagai feminis sejati? Yang diajarkan dan dilakukan Nabi SAW jauh lebih mendasar dan mendalam dari sekadar gerakan feminisme yang muncul pada awal abad XX an. Nabi SAW tidak saja memperjuangkan, tetapi membangun landasan, dasar, dan fondasi teologis yang kokoh untuk kemuliaan martabat perempuan dalam semua aspek kehidupan. Bermula dari gerakan Nabi Muhammad inilah, gerakan feminism dalam Islam didasarkan.

Dengan demikian, feminism bukan milik Barat, dan bukan pula kebarat-baratan. Gerakan feminism sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Tauhid adalah dasar kesetaraan dan keadilan relasi laki-laki dan perempuan. Dalam lanskap tauhid, semua manusia setara, termasuk laki-laki dan perempuan. Kesetaraan dan keadilan laki-laki dan perempuan adalah ajaran Islam, bukan ajaran Barat. Bisa jadi Barat terinspirasi oleh ajaran dan gerakan Islam. Kita tidak boleh minder bahwa segala sesuatu yang baik selalu dibilang dari Barat. Ini hanya soal kata yang berbahasa Inggris. Ingat, al-Qur’an itu bukan sekadar hudan lilmuttaqin, tetapi juga hudanlinnas (petunjuk bagi semua manusia). Sangat masuk akal bila Barat juga memperoleh petunjuk ajaran kebaikan, kesetaraan, dan keadilan dari Islam (al-Qur’an dan al-Hadits). Wallahu a’lam bish-showab.
NABI MUHAMMAD SAW, FEMINIS SEJATI NABI MUHAMMAD SAW, FEMINIS SEJATI Reviewed by Cherbon Feminist on March 20, 2018 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.