Kehidupan masyarakat tidak selamanya mengkonstruksi nilai-nilai
kemanusian dan semangat egaliter antara laki-laki dan perempuan. Hal ini
terjadi sangat ditentukan oleh cara berpikir masyarakat yang memahami teks-teks
agama secara bahasa saja, dan kurangnya upaya lebih untuk menyelami kehendak
Tuhan atas firman-Nya. Maka tak heran budaya patriarki diadopsi oleh mayoritas
kehidupan masyarakat di bumi ini. Sebuah ketimpangan relasi di antara keduanya,
hanya dilandasi oleh jenis kelamin yang mengatur peran sosial mereka.
Gender dapat dimaknai sebagai relasi sosial atas konstruksi sosial
lokal, dimana nilai-nilai yang terkandung di dalamnya menjadi sebuah
kesepakatan atas peran sosial masyarakat. Lalu bagaimanakah peran gender di
dalam komunitas yang masih misogini terhadap nilai-nilai kesetaraan laki-laki
dan perempuan. Hal ini menjadi sebuah renungan tersendiri bagaimana merancang
sebuah strategi dan arah komunikasi yang relevan dengan arah ideologi komunitas
agar keberadaannya tetap dapat disaksikan walau tidak harus menggunakan istilah
gender secara gamblang.
Rancangan strategi
tersebut salah satunya dengan membangun kapabilitas dan kualitas perempuan
aktivis gender untuk setara dengan kaum laki-laki. Hal ini menunjukkan secara
publik bahwa keberadaannya secara seimbang serta mendorongnya untuk pantas
setara dengan kaum laki-laki. Tentunya hal ini butuh perjuangan besar bagi
aktivis perempuan selain dari kepastian iklim komunitas yang memungkinkan untuk
kontestasi kaum perempuan di publik, serta dukungan politik yang penuh atas
eksistensi perempuan di ranah publik.
Isu gender sering
kali disikapi misogini dikarenakan oleh minimnya SDM para akademisi yang terakomodir
menjadi aktivis perempuan. Namun, hal itu tidak dapat dikatakan menjadi sebuah
institusi anti gender, dikarenakan oleh iklim kampus yang berlandasakan pada
asas intelektualitas dan pengabdian kepada masyarakat. Kondisi ini masih
dikatakan sehat, serta menjadi sebuah
motivasi bagi para akademisi untuk selalu memupuk ilmu dan pengetahuan dari
berbagai aspek dari waktu ke waktu untuk menjadi lebih baik. Hal ini
membutuhkan waktu dan sosialisasi atas kiprah perempuan.
Ketimpangan Atas Nama Ekonomi
Teori Marxis tak pernah luput dari kehidupan realitas yang
membentuk dua komunitas yang saling bersebrangan antara proletar dan borjuis. Kelas
buruh menjadi takdir untuk selalu ditindas oleh para majikan atas dasar ekonomi. Kasus trafficking yang
sering kali mendera rakyat Indonesia sebagai korban dikarenakan oleh mata
rantai traffiking, baik dari pelaku dan korban sama-sama terjerat dengan permasalahan
ketimpangan ekonomi yang semakin melebar di negeri ini. Demi meraup rupiah,
para calo secara sadar menjerumuskan para calon korban dengan sejuta bahasa
untuk proses perekrutan para calon TKI. Jeratan hutang menjadi alasan klasik
sebab para korban terjerembab dalam kubang kemiskinan yang semakin meroket. Sering
kali ditemukan bahwa para calon TKI dibohongi menjadi korban pelacuran yang
mayoritas mereka adalah komunitas anak-anak.
Kondisi pelik bias
strata ini semakin menunjukkan ketimpangan relasi gender antara laki-laki dan
perempuan, bahwa sering kali kaum perempuan dijadikan korban dikarenakan oleh
kepemilikan seks mereka yang rentan di wilayah publik. Anggota tubuh perempuan
tidak dapat dijamin keamanannya bahkan sering kali para korban menderita
berlapis-lapis baik dari sisi ekonomi maupun seksualitas.
Fenomena ini mengharuskan
masyarakat Indonesia untuk berpikir cerdas dalam menginput informasi dan
kecakapan dalam membaca bahasa tubuh para pelaku untuk mencari mangsanya dalam
kehidupan masyarakat. Tawaran imbalan yang tinggi serta prsedural
pemberangkatan calin TKI yang instan adalah sesuatu yang mustahil secara akal,
bahwa semestinya administrasi pemberangkatan membutuhkan waktu yang cukup lama
untuk kepentingan akurat secara pendataan dan keasliannya.
Dalam implementasi
gender dalam kehidupan masyarakat, penanganan para korban traffiking yang
mayoritas perempuan membutuhkan pemulihan dan menanm kembali semangat hidup
untuk lebih baik, bahwa ada harapan cerah di masa depan. Hari ini adalah
realitas dan masa depan adalah harapan yang dirancang dari masa kini untuk
diukir secara cemerlang. Masa lalu
kelabu adalah sejarah hidup yang tak pernah terlupakan dalam memory,
namun hal tersebut menjadi sebuah pembelajaran bagi diri setiap insan untuk
selalu melakukan refleksi dari segala ancaman yang menghadang masa depan
cemerlang dari segala tipu muslihat para penipu. Berpikir cerdas dan bersikap
bijak atas realitas serta memupuk cita-cita yang tak pernah berhenti menjalani
hidup ini untuk keridhoan illahi.
Perempuan adalah makhluk Tuhan terindah yang layak mendapatkan
kesejajaran dengan laki-laki di ranah domestik maupun publik. Semangat belajar
yang harus selalu tertanam bagi kaum perempuan untuk mengejar ketertinggalan
eksistensi perempuan atas kaum laki-laki. Dengan semangat kesatuan perempuan
dalam beberapa organisasi perempuan sebagai wadah pemberdayaan perempuan dan mempersiapkan
SDM yang tangguh dan kompetitif dengan zaman, serta mewujudkan kesetaraan
antara laki-laki dan perempuan.
STRATEGI IMPLEMENTASI GENDER
Reviewed by Cherbon Feminist
on
September 18, 2017
Rating:
No comments: