Oleh: Dr. Nyai Nur Rofiah, Bil Uzm
(Dosen Pascasarjana Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur'an, Feminis Muslim Indonesia, Perempuan Ulama)
Cherbon Feminist - Pada masa Pra-Islam, masyarakat Jahiliyah menganut sistem
patriarkhi studium mentok. Bayi perempuan dikubur hidup-hidup karena dianggap
memalukan, perempuan dijadikan jaminan hutang, hadiah, mahar, waris, dan lain-lain, layaknya benda mati yang tidak bernyawa, apalagi berakal dan berhati.
Pada masa itu, perempuan sepenuhnya berada di bawah kendali
laki-laki. Ayah bahkan bisa menikahi anak perempuan kandungnya, anak laki-laki
bisa menikahi ibu kandungnya, dan perkawinan sedarah lainnya. Sementara
perkawinan dimaknai sebagai kepemilikan mutlak laki-laki atas perempuan.
Islam mendobrak relasi ini dan menegaskan bahwa perempuan
bukan hamba laki-laki, sebab keduanya sama-sama punya status melekat sebagai hanya
hamba Allah (Abdullah). Laki-laki juga bukan patron perempuan sebab keduanya
sama-sama mengemban amanah melekat sebagai Khalifah fil Ardl sehingga harus
jadi mitra dlm memakmurkan bumi.
Perkawinan tidak melunturkan status dan amanah melekat ini.
Islam pun mengubah relasi suami-istri dari patron-klien menjadi kemitraan.
Pernikahan adalah berpasangan (zawaj) yang bertujuan melahirkan ketenangan jiwa
(sakinah, seks hanyalah sarana, bukan tujuan) yang dilandaskan pada relasi
cinta kasih (mawaddah wa rahmah, bukan kekuasaan) (Ar-Rum/30:21).
Dalam berhubungan seksual, suami dan istri itu bagaikan
pakaian (libas) bagi pasangannya (Al-Baqarah/2:187) dan sebaik-baik pakaian
adalah taqwa (libasuttaqwa, al-A'raf/7:26).
Jadi, iman kepada Allah sebagai satu-satunya Tuhan (tauhid)
mempunyai cara pandang atas relasi laki-laki dan perempuan yang bertentangan
dengan cara pandang patriarkhi.
Karenanya, 1400 tahun lalu Allah sudah mengisyaratkan bahwa
iman pada Allah menjadi syarat kemampuan untuk meyakini bahwa perempuan bisa
menjadi mitra setara dalam kebaikan:
"Laki-laki dan perempuan yang BERIMAN, mereka adalah
saling menjadi auliyaa' (penjaga/penolong/pelindung) satu sama lain, bahu
membahu memerintahkan kebaikan dan melarang keburukan." (at-Taubah/9:71).
Sepertinya hanya dengan cara ini, tidak hanya perempuan tapi
juga laki-laki bisa bareng-bareng keluar
dari kezaliman menuju cahaya (minadzdzulumati ilannur) sehingga bisa
"Habis gelap, terbitlah terang."
Selamat Hari Kartini buat perempuan dan laki-laki yang yakin
keduanya mampu jd mitra dalam kebaikan.
Semoga kita bisa terus-menerus memupuk tauhid dan iman agar
punya daya dorong kuat untuk melahirkan kemaslahatan dan kebajikan di muka
bumi, termasuk di rumah tangga. Aamiin YRA.
Walahhu a'lam bishshawab.
Sumber: Status Facebook Dr. Nyai Nur Rofiah, Bil Uzm
Baca Juga :
PEREMPUAN BERHAK MENJADI MUJTAHID
WOMEN MARCH DAN PERJUANGAN HAK-HAK PEREMPUAN
NABI MUHAMMAD SAW, FEMINIS SEJATI
GUS DUR MEMBELA PEREMPUAN
DELIK ZINA DAN PERKOSAAN DALAM RKUHP
TAUHID ITU ANTI PATRIARKHI
Reviewed by Cherbon Feminist
on
April 20, 2018
Rating:

Bet on the Future | Wirrione
ReplyDeleteThe term bet of interest in the sports betting market is often shortened deccasino to Bet on Sports in that a person is not 인카지노 a 바카라 fan of the casino, but is